Minggu, 28 Februari 2010

ushul fiqh/ dzohir n nash

ZHAHIR dan NASH


A. Zhair
Zhohir Secara etimologi berarti jelas, kemudian Al-Bazdawi memberikan definisi sebagi berikut
اسم لكل كلام ظهر المراد به للسامع بصيغته
Sesuatu nama bagi seluruih perkataan yang jelas maksudnya bagi pendengar, melalui bentuk lafadz itu sendiri.
Sedangkan menurut oleh Al-Sarakhsi:
ما يعرف المراد منه بنفس السامع من غير تامل
Sesuatu yang dapat diketahui maksudnya dari pendengar itu sendiri tanpa harus difikirkan lebih dahulu
Dari definisi tersebut tampak jelas bahwa untuk memahami zhahir itu tidak bergantung pada petunjuk lain, tetapi bisa diambil langsung dari rumusan lafadz itu sendiri. Akan tetapi lafadz itu tetap mempunyai kemungkinan lain.
Atas dasar definisi-definisi tersebut, Muhammad Adib Shalih menyimpulkan bahwa zhahir itu adalah:
اللفظ الدي يدل عليها معناه من غير توقوف على قرينة خارجة مع احتمال التخصيص والتاويل وقبول النسخ
Suatu lafadz yang menunjukan suatu makna dengan rumysan lafaz itu sendiri tanpa menunggu qorinah yang ada diluar lafadz itu sendiri, namun mempunyai kemungkinan ditakhsis, ditakwil, dan dinaskhkan.
Contoh yang dapat dikemukakan disini antara lain:
واحل الله البيع وحرم الربا
Dan Allah telah menghlalkan jual beli dan mengharamkan riba
Ayat tersebut petunjuknya jelas, yaitu mengenai halalnya jual beli dan haramya riba. Petunjuk tersebut diambil dari lafadz itu sendiri tanpa memerlukan qorinah lain. Masing-masing dari lafadz bai’ dan riba merupakan lafadz ‘am yang mempunyai kemungkinan di takhsis.
Kedudukan lafadz Zhahir itu wajib diamalkannya semua petunjuk lafadz itu sendiri, sepanjang tidak ada dalil yang mentakhsisnya, mentakwilnya atau menasakhnya.
B. Nash
Menutut bahas nash adalah rof’u assyari’ atau munculnya segala sesuatu yang tampak. Sedangkan menurut syara’ adalah:
Menurut Addabusi:
الزائد على الظاهر بيانا ادا قوبل به
Suatu lafadz yang maknanya lebih jelas dari pada zhahir bila ia dibandingkan dengan lafadz zhahir.
ما از داد وضوحا على الظاهر بمعنى المتكلم لا فى نفس الصيغة
Lafadz yang lebih jelas maknanya daripada makna Zhahir yang diambil dari si pembicarannya bukan dari rumusan bahasa itu sendiri.
Dari definisi-defisni tersebut dapat disimpiulkan bahwa nash mempunyai tambahan kejelasan. Tambahan kejelasan tersebut tidak diambil dari kejelasannya, melainkan timbul dari pembicara sendiri yang diketahui dengan qorinah.
Atas dasar tersebut, Muhammad Adib Salih berkesimpulan bhawa yang dimaksud Nash adalah:
اللفظ الدى يدل على الحكم الدى سيق ﻷجله الكلام دلالة واضحة تحتمل التخصيص والتاويل ﺇحتمالا اضعف من ﺇحتمال الظاهر مع قبول النسخ فى عهد الرسالة
Lafaz yang menunjukan hukum dengan jelas yang diambil menurut alur pembicaraan, namun ia mempunyai kemungkinan ditakhsis dan ditakwil yang kemungkinannya lebih lemah daripada kemungkinan yang terdapat dari lafadz Zhahir. Selain itu ia dapat dinasakh pada zaman risalah (zaman rosul).
Sebagai contoh ayat Al-Qur’an, seperti yang dijadikan contoh dari lafadz Zhahir.
واحل الله البيع وحرم الربا
Dilalah Nash dari ayat diatas adalah tidak adanya persamaan hukum antara jual beli dan riba.
Pengertian diambil dari susunan kalimat yang menjelaskan hukum. Disini Nash lebih memberi kejelasan Zhahir (halalnya jual beli dan haramnya riba) karena maknanya diambil dari pembicaraan bukan dari rumusan bahasa.
Adapun Kedudukan (hukum) lafadz nash sama dengan lafadz zhahir, yaitu wajib diamalkan dilalahnya sepanjang tidak ada dalil yang menakwilkan, menasakh atau mentakhsisnya. Perbedaan antara Dzahir dan Nash adalah kemungkinan takwil, takhsis atau nasakh adalah pada lafadz nash lebih jauh dari kemungkinan yang terdapat pada lafadz zhahir. Oleh sebab itu, apabila terjadi pertentangn antara lafadz zhahir dan lafaz Nash, maka lafadz nash lebih didahulukan pemakaianya dan wajib membawa lafadz zhahir pada lafadz nash.
C. Zhahir Vs Nash
Misalnya tentang halalnya menikahi wanita tanpa dibatasi jumlah yang bertentangan dengan halalnya menikahi wanita itu dengan dibatasi empat orang saja.
Taruhlah disitu firman Allah: Annisa’ 24
 •  •         …
“Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina…”
Bertentangan dengan Annisa’ Ayat 3
                              
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang sajaatau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Ayat pertama menunjukan halalnya menikahi wanita yang halal tanpa dibatasi jumlahnya. Dilalah tersebut termasuk dzohir. Berdasarkan dilalah ini, seorang laki-laki boleh mengawini wanita lebih dari empat. Sedangkan ayat yang kedua termasuk dilalah nash. Ayat kedua ini menunjukan halalnya menikahi wanita itu dibatasi empat, sehingga menikahi wanita lebih dari empat adalah haram.
Dengan demikian, terjadi pertentangan antara ayat pertama dan kedua, ayat yang pertama boleh menikahi wanita lebih dari empat. Dalam hal ini. Dilalah yang diambil adalah yang kedua, sebab dilalah yang kedua itu dilalah nash, dan dilalah nash itu lebih kuat dari dilalah zhahir.

Wallahu A’lamu

ushul fiqh/ dzohir n nash

ZHAHIR dan NASH


A. Zhair
Zhohir Secara etimologi berarti jelas, kemudian Al-Bazdawi memberikan definisi sebagi berikut
اسم لكل كلام ظهر المراد به للسامع بصيغته
Sesuatu nama bagi seluruih perkataan yang jelas maksudnya bagi pendengar, melalui bentuk lafadz itu sendiri.
Sedangkan menurut oleh Al-Sarakhsi:
ما يعرف المراد منه بنفس السامع من غير تامل
Sesuatu yang dapat diketahui maksudnya dari pendengar itu sendiri tanpa harus difikirkan lebih dahulu
Dari definisi tersebut tampak jelas bahwa untuk memahami zhahir itu tidak bergantung pada petunjuk lain, tetapi bisa diambil langsung dari rumusan lafadz itu sendiri. Akan tetapi lafadz itu tetap mempunyai kemungkinan lain.
Atas dasar definisi-definisi tersebut, Muhammad Adib Shalih menyimpulkan bahwa zhahir itu adalah:
اللفظ الدي يدل عليها معناه من غير توقوف على قرينة خارجة مع احتمال التخصيص والتاويل وقبول النسخ
Suatu lafadz yang menunjukan suatu makna dengan rumysan lafaz itu sendiri tanpa menunggu qorinah yang ada diluar lafadz itu sendiri, namun mempunyai kemungkinan ditakhsis, ditakwil, dan dinaskhkan.
Contoh yang dapat dikemukakan disini antara lain:
واحل الله البيع وحرم الربا
Dan Allah telah menghlalkan jual beli dan mengharamkan riba
Ayat tersebut petunjuknya jelas, yaitu mengenai halalnya jual beli dan haramya riba. Petunjuk tersebut diambil dari lafadz itu sendiri tanpa memerlukan qorinah lain. Masing-masing dari lafadz bai’ dan riba merupakan lafadz ‘am yang mempunyai kemungkinan di takhsis.
Kedudukan lafadz Zhahir itu wajib diamalkannya semua petunjuk lafadz itu sendiri, sepanjang tidak ada dalil yang mentakhsisnya, mentakwilnya atau menasakhnya.
B. Nash
Menutut bahas nash adalah rof’u assyari’ atau munculnya segala sesuatu yang tampak. Sedangkan menurut syara’ adalah:
Menurut Addabusi:
الزائد على الظاهر بيانا ادا قوبل به
Suatu lafadz yang maknanya lebih jelas dari pada zhahir bila ia dibandingkan dengan lafadz zhahir.
ما از داد وضوحا على الظاهر بمعنى المتكلم لا فى نفس الصيغة
Lafadz yang lebih jelas maknanya daripada makna Zhahir yang diambil dari si pembicarannya bukan dari rumusan bahasa itu sendiri.
Dari definisi-defisni tersebut dapat disimpiulkan bahwa nash mempunyai tambahan kejelasan. Tambahan kejelasan tersebut tidak diambil dari kejelasannya, melainkan timbul dari pembicara sendiri yang diketahui dengan qorinah.
Atas dasar tersebut, Muhammad Adib Salih berkesimpulan bhawa yang dimaksud Nash adalah:
اللفظ الدى يدل على الحكم الدى سيق ﻷجله الكلام دلالة واضحة تحتمل التخصيص والتاويل ﺇحتمالا اضعف من ﺇحتمال الظاهر مع قبول النسخ فى عهد الرسالة
Lafaz yang menunjukan hukum dengan jelas yang diambil menurut alur pembicaraan, namun ia mempunyai kemungkinan ditakhsis dan ditakwil yang kemungkinannya lebih lemah daripada kemungkinan yang terdapat dari lafadz Zhahir. Selain itu ia dapat dinasakh pada zaman risalah (zaman rosul).
Sebagai contoh ayat Al-Qur’an, seperti yang dijadikan contoh dari lafadz Zhahir.
واحل الله البيع وحرم الربا
Dilalah Nash dari ayat diatas adalah tidak adanya persamaan hukum antara jual beli dan riba.
Pengertian diambil dari susunan kalimat yang menjelaskan hukum. Disini Nash lebih memberi kejelasan Zhahir (halalnya jual beli dan haramnya riba) karena maknanya diambil dari pembicaraan bukan dari rumusan bahasa.
Adapun Kedudukan (hukum) lafadz nash sama dengan lafadz zhahir, yaitu wajib diamalkan dilalahnya sepanjang tidak ada dalil yang menakwilkan, menasakh atau mentakhsisnya. Perbedaan antara Dzahir dan Nash adalah kemungkinan takwil, takhsis atau nasakh adalah pada lafadz nash lebih jauh dari kemungkinan yang terdapat pada lafadz zhahir. Oleh sebab itu, apabila terjadi pertentangn antara lafadz zhahir dan lafaz Nash, maka lafadz nash lebih didahulukan pemakaianya dan wajib membawa lafadz zhahir pada lafadz nash.
C. Zhahir Vs Nash
Misalnya tentang halalnya menikahi wanita tanpa dibatasi jumlah yang bertentangan dengan halalnya menikahi wanita itu dengan dibatasi empat orang saja.
Taruhlah disitu firman Allah: Annisa’ 24
 •  •         …
“Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina…”
Bertentangan dengan Annisa’ Ayat 3
                              
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang sajaatau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Ayat pertama menunjukan halalnya menikahi wanita yang halal tanpa dibatasi jumlahnya. Dilalah tersebut termasuk dzohir. Berdasarkan dilalah ini, seorang laki-laki boleh mengawini wanita lebih dari empat. Sedangkan ayat yang kedua termasuk dilalah nash. Ayat kedua ini menunjukan halalnya menikahi wanita itu dibatasi empat, sehingga menikahi wanita lebih dari empat adalah haram.
Dengan demikian, terjadi pertentangan antara ayat pertama dan kedua, ayat yang pertama boleh menikahi wanita lebih dari empat. Dalam hal ini. Dilalah yang diambil adalah yang kedua, sebab dilalah yang kedua itu dilalah nash, dan dilalah nash itu lebih kuat dari dilalah zhahir.

Wallahu A’lamu

Sabtu, 20 Februari 2010

kriteria HMI

KRITERIA & TATA TERTIB PEMILIHAN
PRESIDIUM SIDANG RAK
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
CABANG PONOROGO
KOMISARIAT SYARI’AH STAIN PONOROGO

KETENTUAN UMUM
1) Calon presidium sidang adalah anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ponorogo Komisariat Syari’ah Stain Ponorogo.
2) Pernah mengikuti LK-1 dan dinyatakan lulus.
3) Presidium sidang wajib mengikuti sidang selama persidangan berlangsung
4) Berpakaian rapi dan sopan selama menjadi presidium sidang
5) Bijaksana dan tegas dalam setiap pengambilan keputusan.
6) Mempunyai dedikasi yang tinggi dan tanggap dalam memahami alur-alur pembicaraan.
7) Vocal dalam berbicara, netral dan obyektif.
8) Presidium sidang sebanyak 2 (dua) orang
9) Pemilihan presidium tidak boleh diwakilkan
10) Ketua umum, Koordinator SC & OC tidak bisa menjadi presidium.

PEMILIHAN PRESIDIUM SIDANG
1) Pemilihan dilakukan dalam dua tahap.
a) Tahap pencalonan
b) Tahap pemilihan
2) Tahap pertama setiap anggota biasa berhak mencalonkan 2 (dua) nama calon (one man two vote)
3) Calon yang mendapat minimal 3 suara berhak maju dalam tahap pemilihan.
4) Pada tahap pemilihan, setiap peserta berhak memilih satu calon presidium sidang (one man one vote)
5) Dua calon yang mendapatkan suara terbanyak ditetapkan sebagai presidium sidang.





KRITERIA & TATA TERTIB PEMILIHAN
KETUA UMUM/FORMATEUR & MIDE FORMATEUR
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
CABANG PONOROGO
KOMISARIAT SYARI’AH STAIN PONOROGO

SYARAT KETUA UMUM
Menurut Pasal 19 ART HMI, yang dapat menjadi Ketua Umum/Formateur Komisariat adalah:
1. Bertaqwa kepada Allah SWT.
2. Dapat membaca Al Qur’an.
3. Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
4. Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader I minimal 1 (satu) tahun.
5. Pernah menjadi Pengurus Komisariat.
6. Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang menjadi pengurus.
7. Sehat secara jasmani maupun rohani
8. Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis yakni karya tulis ilmiah.

KETENTUAN UMUM
1. Pemilihan Formateur dan Mide Formateur dilakukan secara terpisah.
2. Pemilihan Formateur dan Mide Formateur masing-masing dilakukan secara bertahap, yaitu :
a. Pencalonan dan pemilihan Formateur/Ketua Umum
b. Pencalonan dan pemilihan Mide Formateur
3. Pemilihan dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.




PENCALONAN DAN PEMILIHAN FORMATEUR / KETUA UMUM
1. Setiap peserta berhak mengajukan 2 nama calon Ketua Umum/ Formateur.
2. Calon dianggap syah apabila didukung oleh 3 orang peserta.
3. Setiap calon harus menyatakan kesediannya secara lisan dihadapan seluruh peserta Sidang RAK
4. Sebelum pemilihan, maka dilakukan uji kriteria Formateur/Ketua Umum, dilanjutkan dengan penyampaian curriculum vitae, visi, misi dan dirangkai dialog dengan peserta Sidang RAK
5. Setiap peserta memilih satu orang calon Fornateur/Ketua Umum
6. Bagi calon yang mendapatkan suara terbanyak maka dinyatakan sebagai Formateur/Ketua Umum.

PENCALONAN DAN PEMILIHAN MIDE FORMATEUR
1. Peserta berhak mengajukan dua orang Mide Formateur.
2. Calon dinyatakan syah apabila didukung oleh 4 orang peserta.
3. Apabila hanya terdapat 2 calon Mide Formateur, maka langsung ditetapkan sebagai Mide Formateur.
4. Setiap peserta berhak untuk memilih salah satu calon Mide Formateur
5. Dua nama yang mendapat suara terbanyak ditetapkan menjadi sebagai Mide Formateur
6. Apabila pada point 5 terdapat suara yang sama banyak, maka diadakan pemilihan ulang hingga terdapat dua suara terbanyak












TATA TERTIB PEMILIHAN ANGGOTA
MAJELIS PENGAWAS DAN KONSULTASI PENGURUS KOMISARIAT
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
CABANG PONOROGO
KOMISARIAT SYARI’AH STAIN PONOROGO


Menurut Pasal 49 ART HMI, Anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Komisariat yang terdiri dari 5 orang adalah anggota/alumni HMI yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Bertaqwa kepada Allah SWT
2. Dapat membaca Al Qur’an
3. Tidak pernah dijatuhi sanksi organisasi karena melanggar AD/ART
4. Dinyatakan telah lulus mengikuti Latihan Kader II
5. Pernah menjadi Pengurus Komisariat dan Pengurus Badan Khusus di tingkat Komisariat minimal sebagai Presidium
6. Sehat secara jasmani maupun rohani
7. Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis yakni karya tulis ilmiah.
8. Tidak menjadi anggota MPK PK untuk yang ketiga kalinya

Kamis, 18 Februari 2010

JUAL BELI TANAH DI DESA KATIKAN KECAMATAN KEDUNGGALAR KABUPATEN NGAWI

Penelitian Ini Diajukan Sebagai Tugas Pada

Mata Kuliah “Hukum Pertanahan”


Oleh ;

ZAKY MUBAROK SARMADA

210107037

Dosen Pengampu :

Bpk. MARSUDI M. Hum

SYARIAH AHWAL SYAHSIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

STAIN PONOROGO

2010


PROSES JUAL BELI TANAH DI DESA KATIKAN KECAMATAN KEDUNGGALAR KABUPATEN NGAWI

Kebutuhan masyarakat akan tanah saat ini sangatlah besar, hal ini dapat dilihat dari banyaknya transaksi jual beli tanah yang dilakukan di masyarakat. Banyaknya jual beli tanah yang dilakukan di masyarakat tersebut tidak dapat dilepaskan dari keberadaan perjanjian jual beli tanah dan variabel-variabel hukum lain yang terkait dengan perjanjian jual beli tanah tersebut. Dalam kaitan itu saya ingin menuliskan hasil daripada wawancara saya dengan bapak sekdes katikan. Adapun hasilnya adalah: Proses Jual Beli Tanah di desa saya yaitu para warga yang hendak jual beli tanah pergi ke kantor kelurahan untuk mengurusi administrasi jual beli yang dihadiri penjual dan pembeli tanah tersebut. Setelah diterima oleh perangkat desa, data-data tanah diteliti dahulu antara lain luas, tempat, pemilik,. Setelah data-data selesai diperiksa secara sah dan terjadi kesepakatan jual beli yang disaksikan oleh perangkat Desa saya. kemudian akan dibuatkan surat pernyataan jual beli dilampirkan materai yang berisi data-data antara lain : harga tanah, kelas tanah, luas, tempat, saksi dan pemilik tanah.kemudian Ditanda tangani kedua belah pihak dan mengetahui Kepala Desa..

Untuk proses sertifikat tanah berkas yang sudah ditanda tangani oleh kedua belah fihak dan bermaterai tersebut kemudian diserahkan kepada fihak kecamatan,. si penjual dan si pembeli harus datang ke Kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuat akta jual beli tanah. PPAT adalah Pejabat umum yang diangkat oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kewenangan membuat akta jual beli dimaksud. Karena daerah kami belum belum cukup jumlah PPAT-nya, Camat karena jabatannya dapat melaksanakan tugas PPAT membuat akta jual beli tanah.

Dalam proses sertifikat tanah ada dua macam :

1. Balik nama. Yaitu : pembeli tanah yang sudah ada sertifikat, tinggal mengganti nama pemilik nama. Dalam proses sertifikat ini paling cepat biasanya satu bulan.

2. pengukuran. Yaitu : petugas survey ke tempat tanah yang akan di sertifikat. Dalam hal ini, petugas menggambar, mengukur, memberi tanda tanah untuk dijadikan sebagai bukti tanah. Dalam hal ini petugas harus benar-benar menuliskan fakta yang sejelas-jelasnya, agar tidak ada kesalahan dikemudian hari. Dalam proses sertifikat ini paling cepat biasanya enam bulan. Bahkan bisa bertahun-tahun.

(Bpk.. Ali Sahid)

proposal baksos

PROJECT PROPOSAL


BAKTI SOSIAL

Ngudal, Pager Ukir, 28-29 November 2009

Tema:

“PENERAPAN NILAI NILAI SOSIAL PONDOK PESANTREN “AL-AMIN” MELALUI VALUE AL-QURAN DAN AS-SUNNAH.


PROJECT PROPOSAL

BAKTI SOSIAL PENYEMBELIHAN HEWAN QURBAN

PONDOK PESANTREN

AL-AMIN

Pendidikan Kader dan Mubaligh Muhammadiyah

Alamat: Jl. Letjend Suprapto Gg. 1 Ronowijayan Siman Ponorogo


A. DASAR PEMIKIRAN

Penerapan nilai sosial masyarakat merupakan kekuatan moral yang dipancarkan oleh eksistensi dari Al-Quran dan Assunah yang memiliki peranan yang sangat vital dalam kehidupan. Nabi Muhammad SAW sebagai penerima wahyu yang pada awal pengalaman kenabianya, ia dihadapkan pada suasana ketidak harmonisan hubungan antara manusia dengan manusia (Hablu Minannas), dan manusia dengan tuhan ( Hablu Minallah ). Dari ketiga hal diatas, merupakan sebuah titik sentral munculnya berbagai masalah sosial dalam masyarakat.

Problem sosial mengarah pada kemaslahatan manusia itu sendiri apabila kita lihat dari segi esensinya, mulai dari ketidak berdayaan manusia dalam berfikir kritis, maka dalam hal ini Allah menurunkan Al-Quran dengan sasaran utama adalah manusia. Dalam Al-Quran surah Al-‘Alaq ayat 1-5, secara makna tidak berbicara pada dimensi ketuhanan, akan tetapi berbicara pada dimensi kemanusiaan dan bagaiman konsep dari kesadaran diri. Pada ayat berikutnya (6-8), manusia menjadi sasaran kritik, dalam hal ini tema yang cukup sentaral.

Dalam penerapan nilai-nilai diatas ada beberapa hal yang harus di perhatikan, agar tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud.

Pertama, mengenali (ta’aruf). Mengenali masyarakat sebagai proses penyesuaian diri. Perbedaan status sosial kadang membuat sebuah tembok pembatas antara manusia itu sendiri sehingga muncul sebuah statemen sikaya dan simiskin, dalam hal ini dapat menimbulkan sebuah keterputusan dan keterasingan antar manusia itu sendiri.

Kedua, memahami (tafahum). Memahami struktur sosial masyarakat sebagai proses menganalisis problem yang sedang berkembang dalam masyarakat.

Ketiga, berembuk (tasyawun). Duduk bersama-sama masyarakat tidak membedakan status yang ada dalam struktur sosial yang ada dalam hal ini jalan meneju musyawarah sebagai sarana untuk memecahkan problem yang ada.

Keempat, kerjasama atu kolaborasi (ta’awun). Melakukan kerjasama atau kolaborasi dalam rangkaian melakukan tindakan atau (aksi) yang positif.

Kelima, melakukan perubahan (tagyiir). Perubahan dilakukan secara bertahap. Perubahan terjadi dari kelompok kecil ke kelompk besar (individu ke kelompok), dari ketertutupan ke keterbukaan, dari verbal ke visual.

Keenam, keadaan soaial yaitu keadilan sebagai bentuk kepemihakan kepada kaum yang lemah dan kaum yang dilemahkan oleh struktur social.

Dan yang ketujuh adalah menciptakan kesejahteraan umum (masalah mursalah). Transformasi harus menciptakan kesejahteraan umum, menyadarakan masyarakat untuk berbuat, menghilangkan belenggu ketidakadilan sosial untuk mencapai pencerahan.

Berdasarkan pada pemikiran di atas sebagai pondok kemahasiswaan yang dalam profil kadernya harus bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT, yang selalu berikhtiar untuk bagaimana memaksimalkan seluruh potensi yang ada untuk melakukan transformasi sosial.

Bakti sosial Pondok Pesantren Al-Amin tahun 2009 adalah sebuah trasformasi yang terkonsep, berdasarkan analisa sosial, refleksi teologi berparadigma antroposentris trasformatif, pemetaan masalah dan perencanaan pastoral., memaksimalkan pemberdayaan internal kader-kader pesantren.

Selain itu bakti sosial 2009 Pondok Pesantren Al-Amin adalah sebuah upaya pembentukan kader muslim intelektual professional dan yang bertanggung jawab atas fungsi kekhalifahan yang diemban demi masa depan agama, bangsa dan Negara.

B. NAMA KEGIATAN

Nama kegitan ini adalah Bakti Sosial Pondok Pesantren Al-Amin Ponorogo 2009.

C. TEMA KEGIATAN

Tema:

“Penerapan Nilai Nilai Sosial Pondok Pesantren “Al-Amin” Melalui Value Al-Quran Dan As-sunnah.

D. TUJUAN KEGIATAN

Tujuan kegiatan ini adalah teciptanya transformasi sosial sebagai tanggung jawab kader atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang dridhoi oleh Allah SWT.

E. TARGET KEGIATAN

1) terpetakannya potensi, hambatan, proyeksi pengembangan agama di lokasi baksos melalui sarasehan interaktif bersama masyarakat.

2) Terciptanya kesadaran masyarakat akan pengalaman Islam melalui mauidhoh hasanah.

3) Terciptanya komunikasi pondok pesantren Al-Amin dengan masyarakat, sebagai proses pengkaderan dan penyiapan kader umat dan bangsa.

F. BENTUK KEGIATAN

1) Sarasehan

2) Mauidhoh Hasanah “Idhul Adha”

3) Silaturohmi

4) Penyembelihan Hewan Korban

G. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

1) Hari/tanggal : Sabtu-Ahad/28-29 November 2009

2) Tempat : Dukuh Ngudal, Desa Pager Ukir, kecamatan Sampung ponorogo

H. PESERTA KEGIATAN

Peserta kegiatan ini adalah seluruh santriwan dan santriwati Pondok Pesantren Al-Amin Ronowijayan, Siman, Ponorogo.

I. SUMBER DANA

1) Kas Pondok Pesantren “Al-Amin” Ronowijayan, Siman Ponorogo

2) Iuran santri

3) Infak donatur

4) Sumber dana yang sah, halal dan tidak mengikat.

J. SUSUNAN KEPANITIAAN

Terlampir

K. JADWAL KEGIATAN

Terlampir

L. ESTIMASI DANA

Terlampir

M. PENUTUP

Semoga apa yang direncanakan dapat terlaksana dengan sebaik baiknya. Segala dukungan dan partisipasi dari berbagai pihak sangat kami harapkan. Akhirnya diucapkan banyak terimakasih.

Ponorogo,

24 Dzul Qa’dah 1430 H

10 November 2009 M

PANITIA BAKTI SOSIAL PONDOK PESANTREN “AL- AMIN” RONOWIJAYAN

PONOROGO

BUDIYANTO

KETUA SANTRI

ZAKY MUBAROK SARMADA

a.n SC

MENGETAHUI

DIREKTUR PONDOK PESANTREN AL-AMIN RONOWIJAYAN

PONOROGO

(Drs. MOHAMMAD ARIFIN)


Lampiran 1

SUSUNAN PANITIA

BAKTI SOSIAL

PONDOK PESANTREN “AL-AMIN” RONOWIJAYAN

PONOROGO

Penasehat :

Drs. Moh arifin (Pengasuh Pondok Al-Amin)

Dr. Ahmad Munir

Drs. Moh Sholeh. S.ag

Drs. Bambang Widyahsena

Penangung Jawab :

Budiyanto; ketua Santri Pondok Pesantren Al-Amin

STERRING COMMITTE (SC)

Ketua : Habib Qoiri

Sekretaris : Bagus Yoga

Anggota : Zaky Mubarok Sarmada

Erwin Yuwono

Sony Sofyan

Imro’atun Nadziroh

Juju’ Romlah

Muda Gianto (ex-officio)

ORGANIZING COMMITE (OC)

Ketua : Muda Gianto

Sekretaris : Anwar Hamid

Bendahara : Ika Royana

SEKSI-SEKSI

v Penggalian Dana

  • Supeno (Koordinator)
  • Fatkur Rahman
  • Bambang
  • Ririn

v Konsumsi

  • Tari (Koordinator)
  • Yeny
  • Tri
  • Sri Wahyuni

v Perlengkapan & Dek-Dok

  • Amrul Ardiansyah (Koordinator)
  • Faisal Amma
  • Wahyu lestari
  • Heny
  • Uswatun Hasanah

v Humas

§ In’am Wahyudi (Koordinator)

  • Nunung
  • Sidik Mudakir
  • Riska
  • Jumi Ernawati

Lampiran 2

JADWAL ACARA KEGIATAN

HARI/TANGGAL

WAKTU

AGENDA ACARA

Sabtu, 28 November 2009

07.00-08.00

08.00-09.00

09.00-11.30

11.30-13.00

13.00-15.00

15.00-16.30

16.30-17.30

17.30-19.00

19.00-19.30

19.30-21.00

21.00-22.00

22.00-03.00

Cechking peserta

Pemberangkatan peserta

Persiapan base came dan lokasi baksos.

Sholat Dzuhur dilanjutkan dengan pembukaan baksos.

Ishoma

Pembinaan TPA

TPE ( take a bath, pray, and eat )

Sholat magrib berjama’ah dilanjutkan ceramah agama

Sholat Isya’ berjama’ah

Silaturrahmi kerumah warga dan tokoh masyarakat.

Evaluasi

Sleeping time

Ahad, 29 November 2009

03.00-04.00

04.00-05.00

05.00-06.00

06.00 -08.30

08.30 – 11.30

11.30 – 12.30

12.30 – 14.00

14.00 – 15.00

15.00 – 15.30

15.30 – 16.00

16.00

Sholat tahajjud

Sholat subuh berjamaah

Olah raga

TPB( take a bath, pray, and breakfast )

Penyembelihan hewan qurban

Sholat dhuhur berjamaah

Pengajian

Pembagian daging quban

Sholat Ashar berjamaah,

Penutupan dan pemberian kenang-kenangan

Go home……….

Lampiran 3

Rekapitulasi Dana

A. ANGGARAN PEMASUKAN

No.

ASAL UANG

VOL

SAT

JUMLAH (Rp.)

1

IURAN SANTRI

25,000

25

625.000

JUMLAH

625.000

B. ANGGARAN PENGELUARAN

No.

KETERANGAN

HARGA (Rp.)

VOL

SATUAN

JUMLAH (Rp.)

KESEKRETARIATAN, PUBLIKASI & DEKORASI

1

Penggandaan Proposal

2,500

30

Eks

75.000

2

Kambing

1.000,000

4

Ekor

4.000.000

3

Perlengkapan Kesekretariatan

-

-

-

100.000

4

Sticker

1000

100

Lembar

100.000

5

Spanduk Selamat Datang Dan Back Ground

50,000

2

Lembar

100.000

6

Cetak Foto

50,000

50.000

7

Dekorasi Ruangan

50,000

1

Ruang

50.000

LOGISTIK DAN PERLENGKAPAN

8

Makan panitia dan tim korban

3.000

50

(50x3x2hari)

300.000

9

Aqua Gelas

10,000

5

Karton

50.000

10

transportasi

10,000

35

Orang

350.000

JUMLAH TOTAL

5.175.000

C. REKAPITULASI ANGGARAN DANA

1.

Jumlah Anggaran Keluar

Rp. 5.175.000

2.

Jumlah Anggaran Masuk

Rp. 625.000

3.

Jumlah Kekurangan

Rp. 4.550.000